Pembacaan Tuntutan Sidang Dugaan Penistaan Agama



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum dalam sidang perkara dugaan penodaan agama membacakan tuntutan untuk terdakwa Basuki Tjahaja Purnama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).
Humphrey Djemat anggota tim kuasa hukum terdakwa mengatakan, pihaknya siap mendengarkan tuntutan. Apabila Ahok dituntut bersalah, ia memastikan tim hukum akan menyiapkan pembelaan pada sidang berikutnya.
Diagendakan hari ini, Jaksa penuntut umum dalam sidang perkara dugaan penodaan agama dijadwalkan membacakan tuntutan untuk terdakwa Basuki Tjahaja Purnama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).
Humphrey Djemat anggota tim kuasa hukum terdakwa mengatakan, pihaknya siap mendengarkan tuntutan. Apabila Ahok dituntut bersalah, ia memastikan tim hukum akan menyiapkan pembelaan pada sidang berikutnya.
"Kita siap mental dan siap menjawabnya dalam bentuk pledoi waktu selanjutnya," kata Humphrey saat dikonfirmasi wartawan.
Humphrey memastikan tuntutan JPU tidak akan berpengaruh dengan hasil pilkada Jakarta 2017. Dalam hitung cepat, pasangan Ahok-Dajrot Saiful Hidayat kalah dari penantangnya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
"Tidak ada pengaruhnya, karena punya dasar yang berbeda. Pilkada dasarnya sistim elektorat tergantung para pemilihnya. Sedangkan tuntutan JPU harus berdsrkan fakta persidangan," kata Humphrey.
Menurutnya, apabila mengacu pada fakta persidangan, Ahok harus dituntut bebas.
Hal ini dikarenakan dalam persidangan yang sudah berlangsung 19 kali tidak ada saksi fakta yang menyatakan Ahok menodai ulama dan agama, meski mengutip surat Al Maidah ayat 51.
Pelapor Ahok, kata Humphrey, tidak ada yang melihat langsung kejadian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
"Fakta persidangan sangat kuat tidak ada kesalahan penistaan agama yang dilakukan BTP (Basuki Tjahaja Purnama), maka seharusnya tuntutan bebas," katanya.
Ahok diketahui dianggap menodai agama Islam lantaran menyitir Surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulaan Seribu pada akhir bulan September 2016 lalu.
Atas kasus tersebut, JPU mendakwa Ahok dengan pasal 156 atau pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). (*)

Komentar

Postingan Populer